SEMARANG-SBN.
Sabtu pada tanggal 27 Agustus 2016 kemarin, saya menghadiri seminar di Sekolah Nasional Karangturi, Jl. Raden Patah No.182-192, Rejomulyo, Semarang Timur, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah (Jateng).
Semula saya kira penyelenggaranya adalah Karangturi. Ternyata penyelenggaranya adalah Forum Wartawan Pemerintah Provinsi (PemProv) Jawa Tengah (Jateng) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah (Jateng). Tema seminar ini adalah Nasionalisme China untuk Indonesia.
Saya diundang oleh Ketua Yayasan Karangturi, Pak Harjanto Halim. Sebelum seminar saya dipertemukan dengan semua pembicara perempuan yakni penggagas dan founder batikmal.com, Ibu Ariyani Matius Maun, Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Ibu Dewi Susilo Budiharjo yang adalah aktivis Perempuan dan Anak, serta Ibu Lian Gouw merupakan diaspora Indonesia yang mendirikan penerbit Dalang untuk buku-buku novel sejarah Indonesia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan dijual di luar negeri.
Menarik sekali. Untuk urusan gender sebenarnya Komunitas China yang paling ketinggalan. Wacana perempuan menjadi pemimpin di ruang publik sepengetahuan saya belum pernah diangkat. Karena itu kalau saya bersentuhan dengan kultur China dalam suatu komunitas maka kepakaran saya belum pernah diakui. Apalagi saya tidak memiliki jabatan resmi sebagai peneliti dan dosen atau telah menjadi pengusaha perempuan yang berhasil. Menampilkan perempuan dalam seminar bertema China di sekolah nasional yang muridnya kebanyakan etnis China, sungguh menarik dan revolusioner.
Diskusi dalam ruang tunggu tentang Tenaga Kerja Perempuan dan pembantu rumah tangga. Nampak ada perbedaan budaya yang begitu tajam. Ibu Lian Gouw tegaskan sekali dan mengkaitkan dengan perbudakan. Dia lama tinggal di Amerika Serikat (AS). Sedangkan, pegiat sosial untuk anak jalanan dan kaum marjinal, pengusaha yang juga mantan model, Ibu Dewi Susilo Budiharjo melihatnya sebagai partner dia dalam menyelesaikan urusan rumah tangganya. Memang dalam studi feminis menyatakan bahwa di kalangan perempuan sendiri terjadi relasi timpang. Perempuan kaya menggunakan perempuan miskin untuk bisa beraktualisasi. Terima kasih banyak saya diundang.
Tiga pembicara laki-laki lainnya adalah Ketua Umum Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Pak Ramdhan Effendi atau yang lebih dikenal dengan nama Anton Medan (Tan Hok Liang/Tan Kok Liong), Islam China, Pak Harjanto Halim yang adalah budayawan dan pemilik PT. Ulam Tiba Halim produsen minuman serbuk Marimas, serta F. Soleh Dahlan (Hoo Tian Po) merupakan Presiden Komisaris (Preskom) dan pemilik grup usaha perhotelan Dafam Group (PT. Dafam Hotels & Resort). Presentasi ketiganya memberi informasi penting tentang peran mereka dalam membangun Indonesia terutama membangun komunikasi dengan saudara etnis lain. (esh)