SBN.
Hari Jumat malam tanggal 18 Desember 2015 saya ke Adi Jasa untuk mengikuti penutupan peti Ben Anderson. Di sana banyak sekali murid-murid Ben seperti Nana (mantan ketua Komnas Perempuan) dan Melani Budianta yang saya kenal. Yang lain tidak saya kenal. Orang dari berbagai daerah di luar Surabaya hadir termasuk keluarga dari Inggris. Teman-teman dari Surabaya banyak yang saya kenal seperti Pak Sidharta Adhimulya, Pak Kresno dan Pak Budi.
Ben adalah orang Irlandia yang berjasa untuk bangsa Indonesia karena berhasil menyingkap kebenaran tentang peristiwa 65. Kemudian kebenaran yang lain diungkap oleh ilmuwan lainnya seperti Saskia. Hormat saya untuk kedua orang ini.
Konon kabarnya Ben memang ingin dimakamkan di Indonesia. Harapannya terkabul. Saya mewawancarai sopir yang bersama Ben di saat terakhir. Namanya Gito. Ben pergi ketika tidur. Sebelumnya Gito mengantar Ben ke tempat favoritnya yakni Candi Belahan dan Sumber Tetek. Lalu Ben ke Jolotundo. Dari sana lewat Canggar. Lalu mereka cari hotel di Batu. Mereka bertiga. Yang satunya saya tidak tahu siapa. Mereka mencari hotel di Batu dan dapat kamar nomer 143. Setelah makan Ben tidur. Ketika tidur Ben ngorok keras sekali. Sempat berhenti ngorok 5 menit lalu ngorok pelan. Gito memperhatikan perut Ben yang tidak bergerak sama sekali. Lalu diperiksalah nadi Ben dan ternyata tidak ada gerakan. Lalu diuruslah Ben ke rumah sakit. Ben pergi dalam perjalanan ke rumah sakit. Kematian seperti itulah yang saya inginkan. Tidak perlu ada sakit. Pergi dengan damai dengan diantar oleh kawan-kawan terdekat dari berbagai etnis dan latar belakang.
Pantas kalau dia menginginkan meninggal di Indonesia. Karena dia meninggalkan jejak yang tidak akan dilupakan oleh para intelektual pemerhati peristiwa 65. Selamat jalan Ben. Semoga kau kembali padaNya dalam damai. (esh)